Setiap
hari Kamis aku tidak pernah melewatkan sebuah acara TV. Acara itu bernama Night
Show. Seperti namanya acara itu ditayangkan saat tengah malam. Tidak ada iklan
di acara itu, jadi aku bisa menikmati acara itu sepuasku. Night Show merupakan
acara yang sangat menarik sekaligus sedikit menakutkan. Night Show berisi
sebuah game di mana peserta harus bersembunyi di rumahnya. Pembawa acara akan
datang memperingatkan sehari sebelumnya bahwa calon peserta akan menjadi
peserta. Kemudian ketika tengah malam tiba, pembawa acara akan datang ke rumah
peserta dan mencari peserta. Secara umum permainan ini sangat mirip dengan
petak umpet. Hanya saja peraturan dalam permainan ini sedikit berbeda dengan
petak umpet biasanya.
The Diary Of Mine
Curahan Karya hasil Imajinasi
Senin, 25 April 2016
Sabtu, 21 November 2015
Rembulan Sepenggal (3)
Bulan
membulatkan mata. Ia tidak percaya Rembu mengajaknya pergi dari rumah. Padahal
kemarin malam ia menolaknya saat Bulan meminta Rembu membawanya pergi. Rembu
pun sangat tidak percaya ia mengajak Bulan pergi tanpa restu orang tuanya.
Rupanya rasa cintanya pada Bulan sudah mengalahkan akal sehatnya. Rembu tidak
mau kehilangan Bulan, karena itu ia harus mengambil keputusan.
“ Rembu kamu serius?” tanya Bulan.
Rembu mengangguk cepat. Ia kemudian membuka lebar lengannya meminta Bulan turun
dari kamarnya. Tanpa pikir panjang Bulan keluar dari kamarnya melalui jendela.
“ Kamu beneran mau bawa aku pergi?”
Bulan bertanya. Memastikan. Rembu mengangguk. Ia tidak mau Bulan hilang dari
pandangan matanya. Ia ingin terus bersama Bulan. Rembu menggandeng tangan Bulan
membawanya pergi dari rumah. Bulan tidak menolak. Ia bahkan tersenyum bahagia.
Bisa bersama Rembu adalah hal terindah baginya. Bulan tidak peduli apapun lagi.
Namun sepertinya nasib tidak
berpihak baik pada Bulan maupun Rembu. Saat berusaha keluar dari rumah, ayah
Bulan memergoki mereka. Ayah Bulan sangat murka melihat putri semata wayangnya
dibawa oleh lelaki yang tak dikenal. Ayah Bulan mengajak Surya yang saat itu
masih di rumah untuk mengejar Bulan dan Rembu. Bulan dan Rembu yang tahu kalau
ayah Bulan dan Surya mengejar mereka, berlari lebih kencang.
Jumat, 20 November 2015
Sepenggal Rembulan (2)
Rembu
mendongak memandang Bulan. Bola mata nanarnya saling beradu dengan tatapan
sendu Bulan. Hanya ada kejujuran dicampur kesedihan terpancar dari mata Bulan.
Sekarang Rembu paham betul kenapa Bulan memintanya bercerita tentang legenda
kotanya. Kisah itu sungguh begitu mirip dengan kisah cinta mereka. Kisah cinta
tragis antara Lun dan Nar dan kisahnya dengan Bulan .
“ Apa yang harus kulakukan Bulan?”
tanya Rembu sedikit frustasi. Tentu saja ia tidak ingin kisahnya berakhir
tragis seperti legenda kotanya. Tapi sungguh Rembu tidak tahu lagi harus
berbuat apa. Selama ini hubungannya dengan Bulan tidak diketahui oleh siapapun
bahkan orang tua Bulan juga tidak pernah mengetahuinya. Hubungan mereka
tersimpan dengan rapat, segelap malam tanpa bintang dan bulan.
Kamis, 19 November 2015
Rembulan Sepenggal
Malam ini sama seperti malam
sebelumnya. Langit hitam menyelimuti bumi. Cahaya bulan separuh menjadi
satu-satunya penerang di Kota kecil yang terletak jauh di pinggiran ibu kota
ini. Di sebuah komplek rumah yang berbatasan dengan kawasan kumuh seorang gadis
tampak sedang bercakap-cakap dengan seorang pemuda sepantarannya. Wajah cantik
gadis itu terkadang bersemu merah saat pemuda di hadapannya berkata-kata. Gadis
itu bernama Bulan, salah seorang anak konglomerat di kota kecil itu sekaligus
gadis tercantik di saentero kota. Sedangkan pemuda di hadapannya bernama Rembu,
seorang pemuda dari kalangan biasa saja. Sudah lama Rembu dan Bulan memadu
kasih tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Setiap malam tiba, Rembu akan
datang menemui Bulan di bawah beranda kamar Bulan. Tak banyak yang mereka
lakukan, hanya bercakap-cakap sampai mata dan mulut lelah atau sampai fajar
menyingsing.
Dari sekian banyak hal yang sering
dibicarakan, Bulan sangat menyukai legenda kota mereka tentang bulan sepenggal.
Rembu pemuda yang cerdas dan sangat piawai bercerita. Dengan cerita-ceritanya
ia sering sekali memikat Bulan, terutama apabila ia bercerita tentang bulan
sepenggal itu. Mata Bulan akan membulat penuh antusias. Seberapa seringnya
Rembu bercerita, Bulan seolah tak pernah kehilangan minat.
Bulan di kota mereka memang sedikit
istimewa. Selalu terlihat separuh. Tidak kurang maupun lebih. Entah karena
penduduk yang tidak pernah melihatnya saat bulan purnama, atau memang sejak
awal bulan itu tidak pernah lebih dari sepenggal. Dari situlah legenda-legenda
itu berasal. Diturunkan mulut ke mulut, legenda bulan sepenggal di kota kecil
itu menjadi begitu terkenal hingga ke ujung-ujung kota. Namun sama seperti
cerita-cerita pada umumnya, legenda bulan sepenggal di kota itu juga memiliki
beberapa versi yang berbeda.
Rabu, 18 November 2015
Topeng
Tahun
2150 merupakan tahun kejayaan teknologi dan peradaban manusia. Di tahun ini
semua hal serba canggih mulai dari alat transportasi yang bisa melayang di
udara hingga alat komunikasi yang semakin mudah. Di tahun ini bahkan manusia
mulai menciptakan topeng ekspresi yang dapat dipakai dimana-mana. Meskipun
zaman ini merupakan zaman termaju bagi teknologi dan peradaban tidak begitu
dengan kepribadian manusia. Kepribadian bukanlah sesuatu yang dihargai di zaman
ini. Selama kau memiliki otak tak peduli bagaimanapun kau, kau akan tetap
dihargai. Karena itu keberadaan topeng ekspresi menjadi sebuah benda yang tak
ternilai harganya. Topeng ini menyembunyikan sifat asli manusia dan hanya
menunjukan ekspresi yang diinginkan oleh lawan bicara. Sungguh sebuah benda
yang sangat praktis dan efisien.
Selasa, 17 November 2015
Memeluk Kesendirian
Malam
ini sama seperti malam-malam yang sebelumnya
Dingin
menusuk tulang
Meski
angin tak bertiup kencang, meski gemintang dan bulan bersemangat menerangi
langit
Aku
tetap meringkuk memeluk kesendirian
Bilapun
cahaya bulan purnama menerangi pun tak mampu menghangatkanku
Jiwaku
sudah terlanjur membeku menjadi gletser yang tidak dapat dicairkan
Kesendirian ini telah membekukan
segala jiwaku
Mentari yang seharusnya mampu
mencairkan gletser itu telah padam untuk selamanya
Menghilang ditelan gerhana total
yang mengerikan
Gelap gulita
Andaikan
bulan purnama datang
Senin, 16 November 2015
Sad Melody ( Last Part)
Ketika
aku membuka mata, wajah Meilan yang sarat akan kekhawatiran langsung menyembul
di pandanganku. Ia terlihat begitu lega saat melihatku membuka mata. Kepalaku
masih berdenyut nyeri. Beberapa potongan memori sebelum aku kehilangan kesadaran
kembali berputar. Aku yang sedang mengajari Meilan bermain piano tiba-tiba
teringat kenangan tentang Denia. Jantungku yang berdetak kencang, kata-kata
terakhir Denia yang terngiang di telingaku.
“
Selamat tinggal Den.” Aku mengaduh. Kepalaku kembali nyeri. Jantungku mulai
berdebar kembali. Tidak. Aku tidak boleh mengingatnya. Aku mengambil napas
dalam-dalam berusaha menenangkan diri.
Langganan:
Postingan (Atom)